Bagi Anda yang Membutuhkan Jasa Lembaga Super Family Consulting...Kami Siap Membantu Permasalahan Anda !!!

tausiyah keluarga super

30 Januari 2008

Joko Penthil dan Manusia Poligami



Kontribusi Dari Emha Ainun Nadjib
http://www.padhangmbulan.com/

Setiap shalat Jumat insyaallah anda selalu mendengar Khatib
mengucapkan statemen Allah: Barang siapa siapa diberi petunjuk oleh Allah maka
tak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan oleh Allah maka
tak ada yang sanggup memberinya petunjuk.

Ada perilaku, akhlak dan sikap hidup seseorang yang Allah menganggap bahwa orang
itu layak dianugerahi hidayah. Sebaliknya ada manusia dengan cara berpikir,
pola sikap dan langkah perilaku yang membuat Allah menyesatkannya. Yang
disesatkan oleh Allah mungkin bias tak hanya seseorang, bias juga sebuah
keluarga, suatu masyarakat atau bangsa, karena masing-masing berada di dalam
lingkar logika tanggung jawab tertentu atas kehidupan mereka, individu atau
kolektif.

Jadi ada fenomena hidayah: Allah memberi petunjuk, menyikapi baik-baik terhadap makhluk-Nya. Saya mengkategorikan ini opsi pertama. Ada juga fenomena idzlal: Allah menyesatkan pihak yang menurut Allah pantasnya memang hanya disesatkan. Khotamallohu 'ala qulubihim wa 'ala sam’ihim ghisyawah, walahum 'adzabun 'adhim. Allah resmi menutup hati mereka, menyumpal pendengaran mereka, sehingga yang mereka peroleh sesudah peresmian itu adalah siksaan, stress, nafsu yang tak terkendali namun tak kesampaian. Mulutnya teriak-teriak, dan kalau mulutnya lelah maka hatinya yang terus teriak-teriak dalam keadaan
bangun maupun tidur. Ia melakukan apapun saja yang dianggap akan memuaskan hatinya, namun tak pernah tercapai. Sebab utamanya adalah karena ia tidak memiliki pendengaran atas
apapun saja kecuali atas suara nafsu dan egoismenya sendiri.

Kalau anda dan saya adalah orang dengan kategori ini, maka siapapun tak bisa menolong kita. Tetapi kalau ada orang lain yang ikut kita, turut menjadi asap dan terjebak oleh nafsu dan ketulian kita, maka semoga ada orang yang dikehendaki Allah memisahkan orang yang terjebak itu dari ketulian hidup kita. Orang itu tak perlu masuk neraka di akhierat bersama kita.
Orang itu juga tak perlu menjadi lebih lama sengsara, kebingungan dan putus asa
gara-gara mempercayai kita.

Yang jarang dipikir orang adalah bahwa orang yang ditutup hatinya oleh Allah ini rata-rata tidak mengerti bahwa hatinya ditutup oleh Allah. Ia bahkan merasa dirinyalah yang terbaik dan paling
benar. Ia tidak mampu menemukan kebenaran di luar dirinya. Ia hanya mampu
mencari kesalahan di luar dirinya. Artinya ia tidak memiliki kesanggupan
sedikitpun untuk menemukan kesalahan di dalam dirinya. Kemampuan mentalnya
hanya sebatas kenyataan subyektif bahwa dirinya yang benar dan lainnya harus
salah. Ia tidak punya kekuatan hati untuk mampu menyebut ada yang benar di luar
dirinya. Maka karena kelemahan hati itu, tak ada jalan lain kecuali memfitnah,
terus jadi tambah sengsara, terus memfitnah lagi, terus jadi semakin sengsara,
terus memfitnah lagi sampai akhirnya kesepian dan mati ngenes.

Disesatkan oleh Allah, ditulikan telinganya. Jangankan bersyukur: mendengar saja tak mampu.

Fenomena idzlal, yang memproduk sekian manusia-manusia mudzlal, saya sebut opsi
ketiga. Sebab opsi kedua adalah di antara hidayah dengan idzlal, yakni fenomena istidraj. Bahasa Jombangnya digunggung. Bahasa Jawa umum dibombong. Fi qulubihim maradlun fazadahumullahu maradla. Orang yang hobinya memelihara penyakit di dalam hati dan batok kepalanya dan Allah menambahi penyakitnya.

Tentu ini tak hanya berlangsung dalam kehidupan invidu dan pergaulan sehari-hari. Fenomena ini akan anda jumpai potensialitasnya dalam berbagai kasus, konteks dan skala. Bisa dalam hal
kepemimpinan nasional, bisa dalam urusan-urusan kasuistik pada level yang lebih
kecil. Kalau anda punya masalah, kemudian yang menemani anda adalah jenis
manusia dengan opsi idzlal atau istidraj, maka sangat cepat anda menjadi sama
dengan dia. Kemudian orang lain bisa berpikir untuk menerapkan juga kepada anda
apa yang Allah lakukan: orang lain itu juga bisa nggunggung atau mbombong anda
atau malah menyesatkan anda sekalian. Karena anda telah menjadi manusia poligami: istri pertama anda adalah kesengsaraan, istri kedua namanya kebingungan, istri ketiga namanya
keputusasaan.

Istri pertama, Bu Sengsarawati, alias kesengsaraan, hanya bisa diproduksi oleh penanganan masalah yang keliru, managemen yang kontra-produktif, serta langkah tanpa strategi dan taktik alias tanpa siyasah wa kaifiyah. Istri kedua, Bu Roro Bingung, pasti merupakan output dari tidak lengkapnya informasi, dari pengetahuan yang tidak memadai, dari ketidaktahuan alias kebodohan, yang terpelihara dengan subur karena telinga tuli dan hati hanya berisi nafsu. Istri
keempat, keputusasaan, bahasa Qurannya Taiasu, jadi namakan saja Bu Taiasu,
adalah akumulasi dari dialektika penghancuran: tidak mendengar maka tidak tahu,
tidak tahu maka tidak bisa, tidak bisa maka tidak kelakon, tidak kelakon maka
marah, karena marah maka penuh nafsu, karena penuh nafsu maka tak bisa
mendengar, tidak mendengar maka tidak tahu...dan teruskan mubeng lagu
kanak-kanak di dusun-susun: Joko Penthil thela-thelo ayo lo lopis mambu ayo mbu mbukak tenong ayo nong nongko sabrang ayo brang brangkat kaji ayo ji jimat roo ayo jo joko penthiiiiiil
thela-thelo....

Monggo kalau ada yang ingin dan bertahan menjadi Joko Penthil. Selamat thela-thelo. Mudah-mudahan Allah tidak menganugerahkan opsi keempat: fenomena tark.

Allah meninggalkan kita. Kita kabur kanginan. Mending Allah kasih opsi kelima: adzab yang berupapemusnahan sekalian

Tidak ada komentar: