Bagi Anda yang Membutuhkan Jasa Lembaga Super Family Consulting...Kami Siap Membantu Permasalahan Anda !!!

tausiyah keluarga super

26 Februari 2008

When You Divorce Me, Carry Me Out in Your Arms

When You Divorce Me, Carry Me Out in Your Arms
www.motivasi.com

Pada hari pernikahanku, aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti didepan flat kami yg cuma berkamar satu. Sahabat-sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yg sangat bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yg lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening : Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasihdiantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai dirumah juga pada waktu yg bersamaan. Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yg tidak kusangka-sangka, Dew hadir dalam kehidupanku.
Waktu itu adalah hari yg cerah. Aku berdiri di balkon dengan Dew yg sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartemen yg kubelikan untuknya.
Dew berkata, “kamu adalah jenis pria terbaik yg menarik para gadis.” Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru menikah, istriku pernah berkata, “Pria sepertimu, begitu sukses, akan menjadi sangat menarik bagi para gadis.” Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalau aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya.
Aku melepaskan tangan Dew dan berkata, “kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.?.Aku ada sedikit urusan dikantor”. Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ideperceraian menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin.
Bagaimanapun, aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka.Sejujurnya ia adalah seorang istri yg baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV. Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama. Atau aku akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Dew. Ini adalah hiburan bagiku.
Suatu hari aku berbicara dalam guyon, “seandainya kita bercerai, apa yg akan kau lakukan? ” Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yg sangat jauh dari dirinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.
ketika istriku mengunjungi kantorku, Dew baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengannya. Diakelihatan sedikit curiga. Dia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.
Sekali lagi, Dew berkata padaku,”He Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama.” Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, aku memegang tangannya. “Ada sesuatu yg harus kukatakan”.
Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka dimatanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalau aku terus berpikir. “Aku ingin bercerai”, ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang.
Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku,tapi ia bertanya secara lembut,”kenapa?” “Aku serius.”Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku, “Kamubukan laki-laki!”.
Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yg telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yg memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergioleh Dew.
Dengan perasaan yg amat bersalah, aku menuliskan surai perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian. Aku merasakansakit dalam hati. Wanita yg telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yg asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa menarik kembali apa yg telah kuucapkan.
Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh-sungguh telah terjadi.
Pada larut malam, aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali.Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya : ia tidak menginginkan apapun dariku, tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana : Anak kami akan segera menyelesaikan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami.
Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya,” He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita? Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indahkepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. “Kamu membopongku dilenganmu”, katanya, “jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulanini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu.” Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yg telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasanaromantis.
Aku memberitahukan Dew soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. “Bagaimanapun trik yg ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini,” ia mencemooh Kata- katanya membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami,”wah, papa membopong mama, mesra sekali”. Kata-katanya membuatku merasa sakit. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan dirinya dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut,”mari kita mulai hari ini, jangan memberitahukan pada anak kita.” Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang. Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.
Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, Kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi di bajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Akumelihat bahwa ia tidak muda lagi. Beberapa kerut tampak di wajahnya.
Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, “kebun diluar sedang dibongkar. Hati-hati kalau kamu lewat sana.” Hari keempat,ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku.
Bayangan Dew menjadi samar.
Pada hari kelima dan keenam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yg telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak, dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasasemakin erat.
Aku tidak memberitahu Dew tentang hal ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, “kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang”
Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yg cocok. Lalu ia melihat, “semua pakaianku kebesaran”. Aku tersenyum. Tapi tiba-tiba aku menyadarinya, sebab ia semakin kurus, itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi, aku merasakan perasaan sakit.
Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. “Pa, sudah waktunya membopong mama keluar.” Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yg penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir, ketika aku membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua.” Aku memeluknya dengan kuat dan berkata “antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra”.
Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dew membuka pintu. Aku berkata padanya,” Maaf Dew, aku tidak ingin bercerai. Aku serius”.
Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. “Kamu tidak demam.” Kutepiskan tanganya dari dahiku. “Maaf Dew, aku cuma bisa bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan, bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akanmenjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu”.
Dew tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor.
Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga. Ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjualnya bertanya apa yg mesti ia tulis dalam kartu ucapan? Aku tersenyum dan menulis : “Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua.”

let's go to Mecca!

Soal berangkat ke tanah suci, sudah pasti gak ada yang nolak! apalagi gratis, iya khan, kayaknya semua sepakat deh soal yang satu ini. nah, saya tidak sedang bicara umroh atau haji gratis tapi bagaimana meraih salah satu kesempatan tersebut jauh lebih cepat dari yang kita bayangkan. beberapa hal yang akan saya paparkan tentu tidak serta merta akan langsung dipraktekkan ia butuh mentor untuk mendampingi, tapi, jika anda benar-benar mau mempraktekkannya dengan konsepsi ilmu yang relatif sama konteksnya insya Allah bisa cepat juga hasilnya.
I. Miliki niat yang spesifik
Ini prasyarat yang harus dimiliki, hemat saya ada 5 langkah yang harus dilaukan;
  • niat anda harus ditulis (yale university pernah melakukan penelitian pada tahun 1954, dari seluruh lulusannya hanya 3% alumni yang menulis tujuannya secara spesifik, ketika penelitiannya dilanjutkan hingga 20 tahun kemudian ternyata mereka yang menulis tujuan/visinya itu mendapat posisi pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik ketimbang 97% lulusan saat itu yang tidak menulis tujuannya.
  • niat harus spesifik (coba saja buat niat yang general dan mengambang, akibatnya alam bawah sadar kita tidak akan siap melakukan perintahnya. saat anda bilang saya mau bangun tidur sepagi mungkin, karena perintahnya tidak jelas anda mungkin bangun jam 1 pagi, jam 2, jam 3 atau jam 4 pagi, akibatnya anda malah gak bisa tidur, atau bahkan anda mungkin bangun di jam 8 atau jam 9 pagi akibatnya anda malah kesiangan!, jadi miliki tujuan yang spesufik)
  • dengan ungkapan yang positif (alam bawah sadar kita tidak megenal kata negatif, coba sekarang tutup mata anda, saya akan berikan sugesti negatif, oke anda dilarang dan tidak boleh memikirkan seekor gajah..... nah, sekarang gajahnya malah nongol kan, ya karena alam bawah sadar kita tidak mengenal kata negatif)
  • lakukan visualisasi dengan nyata dan powerful (semakin anda membayangkan semakin dekat anda dengan kenyataan, jadikan langkah keempat ini semacam wirid yang tidak putus-putusnya, berd'oa itu ternyata harus diiringi dengan visualisasi, pasti lebih terasa lho!)
  • Berdo'a kepada Allah dengan mesra (lho ini beneran, karena Allah sendiri sangat mesra kok sama kita, bahkan Dia janji bakalan ngabulin permintaan kita, so jangan tunda lagi segera berdo'a dengan khusyu dan bayangkan gambar ka'bah yang indah itu, kecuplah dindingnya, lalu munajatlah kepadaNya, Ya Rabb, i wanna go there, sure.... please!

II. Bergaullah dengan indah

anda harus mempunyai 3 syarat:

  1. miliki nilai tambah (lisan atau perkataan yang terbaik, penampilan terbaik dan amalan yang terbaik, berikan ketiganya kepada komunitas di mana anda bergaul, jujur semua ini bakalan cepat melambungkan portofolio anda
  2. publikasikan dengan tepat dan kepada orang yang tepat, maka pilihlah komunitas yang akan membantu tujuan anda
  3. dengan cara dan waktu yang tepat (gak disangsikanl lagi anda bakal segera mewujudkan niat anda, anda lakukan, just action, dan biarkan semesta akan mendukung anda, tangan-tangan tuhan akan turut ambil bagian dalam proses mewujudkan impian dan cita-cita anda!)

III. Trilogi do'a

Iringi do'a anda dengan 3 hal berikut ini:

  1. ridha akan kondisi anda
  2. syukur atas nikmat Allah yang lain yang banyak diberikan untuk anda
  3. pasrahkan keberangkatan haji dan umroh anda kepada Allah SWT

Untuk yang terakhir ini anda perlu bimbingan betul dalam menyusun materi do'a karena salah dalam memilih materi akan berpengaruh sekai dengan percepatan terijabahnya do'a.

Oke, mulai sekarang tetaplah dalam husnudzhan kepada Allah, jangan berfikir negatif anda tidak laik berangkat apalagi cuma karena persoalan ekonomi, ingat Allah lebih kuasa memberikannya untuk kita, so jangan batasi kehendak Allah yangmau memberikan lebih kepada kita...

sampai jumpa di tanah suci.....

21 april 2008

salam bahagia

UNH

25 Februari 2008

7 Prinsip Etos Keluarga

Oleh: nurul huda haem (hp: 0812 87 72 735)

Mengapa keluarga tidak sakinah?
1. Tidak memiliki tujuan untuk menjadi sakinah atau punya tujuan yang tidak spesifik atau tidak merasa harus (orientasi coba-coba)
2. Punya keyakinan yang salah tentang keluarga sakinah (mental block)
3. Melakukan tindakan yang salah

Mental Block
Ø KDRT = RTMG (Kekerasan dapat menyelesaikan masalah)
Ø Pertemuan kami singkat (tidak pacaran)
Ø Kami dijodohkan
Ø Pasangan saya tidak mengerti saya
Ø Intelectual Gap
Ø Lintas Peran
Ø Kesenjangan Pendapatan (ekonomi keluarga)
Ø Tidak ada kecocokan di antara kami
Ø Sudah keturunan (keluarga kami mengalami juga hal ini)
Ø Saya tidak dapat hidup hanya dengan satu wanita
Ø Bacaan Garis Tangan
Ø Intervensi mertua (orang ketiga)
Ø Saya sudah tahu, faham dan melakukan semua tips

7 PRINSIP (Baca, fahami, renungkan dan aplikasikan!)

Etos Rahmat (keluarga itu karunia luar biasa yang Allah berikan kepada kita, karunia itu merupakan wujud dari rahmat atau kasih Tuhan, karena itu setiap anggota keluarga berkesempatan menebarkan rahmat kepada setiap apapun dan siapapun. Rahmat adakalanya nampak secara zahir seperti kasih sayang orang tua terhadap anak atau sebaliknya. Ada pula rahmat yang tersembunyi, biasanya muncul setelah terjadi musibah, seperti ungkapan blessing in disguise

Etos Amanah (orang sering berkata bahwa istri adalah amanat Allah untuk suami, akibatnya yang didapuk menjaga amanat ini melulu laki-laki. Ini bisa menimbulkan efek ganda. Satu, ada ketidaksiapan pihak perempuan untuk bersama-sama mensukseskan keluarga lantaran tiada amanat membebaninya. Dua, alih-alih under pressure pihak suami tidak amanat lantaran meyakini adanya ketimpangan prinsip)

Etos kebersamaan (Tak dipungkiri perkawinan mendidik untuk menyamakan persepsi dari tidak saja dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda, tapi juga dua culture, dua sifat dan bahkan dua karakter. Untuk menyatukan tentu sulit, maka yang diupayakan adalah penyamaan persepsi, karena keragaman telah berusia lama, setua umur manusia. Jadi etos kebersamaan dalam keluarga adalah momentum merayakan keragaman. Beda itu pasti, menghargai perbedaan itu yang harus selalu difahami)

Etos Kepemimpinan (Sebuah organisasi meniscayakan adanya leader. Begitu pula dalam keluarga. Perlu kesadaran bersama bahwa perahu yang tengah mengarungi samudera ini perlu nahkoda agar tiba di tempat tujuan. Nahkoda tentu perlu rekan, keberadaan navigator sama urgennya supaya perjalanan tidak tersesat)

Etos Ketahanan (struggle; salah satu tantangan besar dalam perkawinan adalah bagaimana kita mempertahankan benteng keluarga dari ATHG atau Ancaman, Tantangan, Halangan dan Gangguan. Kita wajib berjibaku menghadapi ini. Etos ini lahir menjadi sikap aku menghadapi tantangan maka aku harus survive)

Etos Syukur (ingat! Sebelum menikah kita sendiri. Daya etos kerja juga belum maksimal, karena pemenuhan hajat hanya untuk kita saja, yang relatif tidak terlalu sulit kita raih dan yang pasti sebuah kenikmatan yang aman, halal dan berpahala belum kita rasakan -making love-. Alhasil tak ada alasan untuk tidak berterima kasih kepada Tuhan. Kata Allah; Mengapa terhadap yang batil engkau beriman, sedangkan terhadap nikmat Allah engkau kufur?)

Etos Pelayanan (Kita diciptakan Allah sebagai hamba dan khalifah. Ingat! Ini berlaku untuk semua kita. Artinya suami dan istri, di luar fungsinya sebagai kepala dan ibu rumah tangga, juga menyandang predikat sama; yakni sebagai 'abdullah dan khalifatullah. dalam menjalankan fungsi ini kita dituntut untuk dapat melayani dengan baik. Kita bisa belajar etos ini dari malaikat, mereka hamba Allah dan bukan khalifatullah, tetapi etos pelayanan mereka luar biasa, seperti ditunjukkan dalam ma'rifatullah influence; bahwa malaikat memberikan inspirasi kepada kita tentang pelayanan (contohlah loyalitas dan konsistensi tugas yang mereka emban). Suami - Istri harus berprinsip pada loyalitas bukan kepada 'keakuan' masing-masing.

Kapsul Motivasi:
“Gerak itu emas”
Tidak ada kata terlambat untuk membenahi biduk rumah tangga yang retak. Segera bangkit, bergerak dan bertindak karena diam saja membuat masalah semakin berkarat (Bang Enha)

DAPATKAN MOTIVASI KELUARGA SAKINAH SETIAP HARI
KETIK : REG (SPASI) UNH KIRIM KE : 9168

11 Februari 2008

Siapa Bilang Keluarga Kita Enggak Sakinah?


Oleh : Nurul Huda Hem

Tulisan ini diinspirasikan oleh bukunya Safir Senduk, “Siapa Bilang Jadi Karyawan Enggak Bisa Kaya?” Buku ini seperti diakui pengarangnya merupakan bantahan terhadap buku-buku motivasi menjadi wirausahawan sukses seperti buku dengan judul, “Jangan Mau Jadi orang gajian seumur hidup!”. Menurut Safir buku-buku yang mengelorakan semangat usaha mandiri itu seperti memberikan harga mati bahwa menjadi karyawan itu tidak akan bisa kaya, padahal setiap orang berhak untuk menjadi karyawan tidak terkecuali karyawan sekalipun. Safir menyatakan perlu membedakan antara kaya dengan penghasilan tinggi, setiap karyawan dengan penghasilan berapapun bisa menjadi kaya asalkan memiliki kemempuan mengelola finansialnya.

Sebenarnya, Safir sedang mengajak pembacanya untuk melakukan pembenahan mindset agar tidak terjebak kepada mitos bahwa hanya pengusaha saja yang bisa kaya, Safir –pada saat yang sama- juga mengingatkan kita untuk tidak menjadikan kekayaan itu melulu berorientasi kepada penghasilan yang besar. Intinya pengelolaaan finansial merupakan kata kunci yang penting diperhatikan, sebab tidak sedikit orang dengan penghasilan puluhan juta tidak sanggup menabung walaupun hanya seratus ribu setiap bulan, sementara banyak orang yang berpenghasilan pas-pasan, tapi masih bisa menyisihkan seratus ribu setiap bulannya.

Begitu pula yang sebenarnya terjadi dalam keluarga. Banyak orang berfikir bahwa “keluarga super itu hanya milik orang-orang tertentu!”, “keluarga kami tidak mungkin sakinah!!!”, “lha wong ortu kami saja divorce, wajar kalau keluarga kami juga berantakan”, “ Kalau tidak kaya, mana mungkin keluarga bisa sakinah?”. Pikiran-pikiran negatif itu tentu sangat berbahaya jika dibiarkan terus menerus, saya kira perlu pembenahan mindset, untuk sama-sama menyadari bahwa keluarga super itu hak setiap orang di dunia ini, tidak peduli apakah kaya atau miskin, tidak memandang dari etnis manapun, tidak soal apakah mereka dari keturunan divorce atau tidak. Terlalu banyak kenyataan hidup yang dapat kita jadikan pelajaran tentang keluarga kaya yang justru berakhir dengan kehancuran serta keluarga miskin yang tetap bahagia sepanjang hayat. Jadi kata kuncinya sama dengan yang diajukan Safir dalam bukunya di atas yakni PENGELOLAAN, bukan saja pengelolaan finansial, tapi lebih luas lagi, Pengelolaan Kesadaran. Mengapa kesadaran? Karena dari kesadaran inilah muncul kearifan sikap dalam menjalani kehidupan berkeluarga, seseorang yang mengelola dengan baik kesadarannya untuk selalu menjadi alarm pengingat, akan mampu menaklukkan angin topan yang menerjang biduk rumah tangga yang sedang dikayuhnya. Saat terjadi problem defisit ekonomi keluarga misalnya, seluruh penghuni rumah keluarga itu menyadari sepenuhnya keadaan masing-masing. Kenyataan bahwa anggaran belanja rumah tangga defisit tidak direspon dengan memarahi suami apalagi mengatainya sebagai pemalas dan tidak kreatif, tapi mengelolanya dengan mencari solusi bersama apa yang dapat dikerjakan.

Beberapa model kesadaran yang harus diketahui dalam membangun keluarga super adalah:
Menyadari bahwa perkawinan adalah ibadah
Menyadari bahwa perkawinan adalah proses pembelajaran
Menyadari bahwa membangun keluarga pasti mengalami ujian
Menyadari bahwa setiap orang punya karakter berbeda
Menyadari bahwa setiap orang berhak dihargai
Menyadari bahwa setiap orang mungkin saja berbuat salah
Menyadari bahwa perbedaan adalah hal yang niscaya
Menyadari bahwa konflik berkepanjangan pasti tidak menyenangkan
Menyadari bahwa kenyataan hari ini adalah hasil dari pilihan masa lalu
Menyadari bahwa pengalaman adalah guru yang sarat kebijaksanaan
Menyadari bahwa kehidupan pasti berakhir dengan kematian

Dari sebelas model kesadaran ini, akan terlihat nyaris tidak ada celah bagi hantaman keretakan keluarga. Seorang suami yang egois, mau menang sendiri dan sering menggunakan kekerasan tidak bisa berlindung dibalik peran kepemimpinan yang diembannya. Seorang istri yang merasa penghasilannya lebih tinggi dari suami dan kemudian cintanya berpaling kepada sosok pria idaman lain tidak boleh berlindung dibalik kegagalan peran suami memberi nafkah lahiriyah. Seorang suami yang tergoda wanita lain dan kemudian memutuskan untuk kawin lagi (poligami) tidak laik menggunakan dalil apapun sebagai pembenaran terhadap keputusannya. Suami istri yang sering bertengkar sehingga kepada persoalan sepele sekalipun tidak laik menyandarkan alasan ketidakcocokan sebagai biang keladinya. Jujur saja pada diri sendiri, bahwa Anda bermasalah dengan kesadaran. Bermasalah dengan kesadaran bisa bermakna dua, pertama, Anda memang tidak menyadari bahwa perbuatan itu suatu kesalahan, tapi ini sulit diterima akal, karena setiap orang dibekali potensi kebaikan dan keburukan sikap, jika Anda tidak menyadari karena memang tidak tahu bahwa itu suatu kesalahan maka hukumi saja dengan norma universal bahwa tindakan seperti itu jelas-jelas sebuah keburukan sikap, atau makna yang kedua, Anda benar-benar tidak punya kesadaran alias gila.

Maaf sekali jika ilustrasi ini dipandang ekstrem, saya hanya ingin menunjukkan bahwa sebelas model kesadaran di atas sesungguhnya membimbing kita kepada sikap yang lebih positif. Keadaan ini sama persis dengan doktrin agama tentang kebaikan sikap, jika kita merasa disudutkan lantaran sikap yang kita lakukan demi pembelaan diri (misalnya tindakan korupsi lantaran sudah terlalu lama hidup menderita), maka bukan agamanya yang salah, tetapi kitalah yang bermasalah dengan diri kita sendiri. Kata Adi W Gunawan, penulis buku laris, Manage your mind for success, ketika dia mempelajari mengapa di dunia ini ada orang yang sukses dan gagal, hendaklah kita tidak mengkajinya dari sisi Tuhan karena Dia terlalu suci untuk disalahkan, tapi berpalinglah kepada kajian tentang kita (manusia) karena Tuhan sendiri sudah baik hati memberikan potensi kesadaran dalam diri kita.

Keberpihakan kepada kesadaran menuntut kita untuk lebih mawas diri dan lebih wise (bijak) menyikapi apapun yang terjadi dalam kehidupan ini termasuk dalam kehidupan berkeluarga. Menanggapi rumah tangga yang sering ribut, saya sering berseloroh, mengapa harus ribut berkepanjangan begitu? Toh suatu hari ada saatnya kita tidak bisa menimpali keributan pasangan kita, kita akan diam saja, sangat diam, tak mampu berkata sepatah katapun, bahkan tak mampu untuk menggerakkan sedikit saja anggota tubuh kita, kapan? Yah ketika datang kematian. Jadi mumpung sekarang masih diberi kesempatan hidup, hiduplah yang produktif dan bermanfaat. Rasanya tidak ada kesalahan yang tidak bisa dimaafkan, sebagai khalifah Allah di bumi, mari kita tampakkan spirit ketuhanan Ar Rahman (Maha Pengasih), Ar Rahim (Maha Penyayang), Al Ghafur (Maha Pengampun) Al ‘Afuw (Maha Pemaaf).

Nah, supaya kekuatan kesadaran ini dapat dibangkitkan, kita memerlukan semacam kapsul pembangkit kesadaran dalam membangun keluarga super, boleh juga ini disebut sebagai obat kuat yang akan menggairahkan Anda dari penyakit lemah mental, lesu motivasi, lelah spirit, lemas semangat:

1. Identifikasikan masalah yang sedang Anda hadapi
2. Rubah paradigma berfikir
3. Efektifkan waktu
4. eXtra energi
5. Maximalkan perjuangan dengan do’a

Nah, tugas anda sekarang adalah menghimpun seluruh huruf pertama dari kelima kapsul di atas. Oke, silahkan anda menghimpunnya, sekarang!.....oke Apa yang anda temukan? Ya ternyata kapsul obat kuat yang selama ini kita dengar cukup efektif untuk meraih kesuksesan keluarga kita.

Salam hangat dari saya
Sahabat Keluarga Anda

Nurul Huda Haem

09 Februari 2008

Keluarga Sakinah Dalam Masalah

Oleh: Mochamad Bugi (dakwatuna.com)

Kita saat ini ada di tengah arus deras pergeseran nilai sosial dalam masyarakat kita. Pergeseran nilai sosial tampak pada kecenderungan makin permisifnya keluarga-keluarga di masyarakat kita. Keluarga tidak lagi dilihat sebagai ikatan spiritual yang menjadi medium ibadah kepada Sang Pencipta. Kawin-cerai hanya dilihat sebatas proses formal sebagai kontrak sosial antara dua insan yang berbeda jenis. Perkawinan kehilangan makna sakral dimana Allah menjadi saksi atas ijab-kabul yang terjadi.
Ini bertolak belakang dengan adagium yang menyatakan keluarga adalah garda terdepan dalam membangun masa depan bangsa peradaban dunia. Dari rahim keluarga lahir berbagai gagasan perubahan dalam menata tatanan masyarakat yang lebih baik. Tidak ada satu bangsa pun yang maju dalam kondisi sosial keluarga yang kering spiritual, atau bahkan sama sekali sudah tidak lagi mengindahkan makna religiusitas dalam hidupnya. Karena itu, Al-Qur’an memuat ajaran tentang keluarga begitu komprehensif, mulai dari urusan komunikasi antar individu dalam keluarga hingga relasi sosial antar keluarga dalam masyarakat.
Banyak memang problema yang biasa dihadapi keluarga. Tidak sedikit keluarga yang menyerah atas “derita” yang sebetulnya diciptakannya sendiri. Di antaranya memilih perceraian sebagai penyelesaian. Kasus-kasus faktual tentang itu ada semua di masyarakat kita. Dan, masih banyak lagi kegelisahan yang melilit keluarga-keluarga di masyarakat kita. Namun, umumnya kegelisahan itu diakibatkan oleh menurunnya kemampuan mereka menemukan alternatif ketika menghadapi masalah yang tidak dikehendaki. Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk mencari kunci yang bisa mengokohkan bangun keluarga kita dari hempasan arus zaman yang serba menggelisahkan. Dan, kata kunci itu adalah sakinah.
Makna Sakinah
Istilah “sakinah” digunakan Al-Qur’an untuk menggambarkan kenyamanan keluarga. Istilah ini memiliki akar kata yang sama dengan “sakanun” yang berarti tempat tinggal. Jadi, mudah dipahami memang jika istilah itu digunakan Al-Qur’an untuk menyebut tempat berlabuhnya setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang, sehingga menjadi lahan subur untuk tumbuhnya cinta kasih (mawaddah wa rahmah) di antara sesama anggotanya.
Di Al-Qur’an ada ayat yang memuat kata “sakinah”. Pertama, surah Al-Baqarah ayat 248.
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِي
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat.”
Tabut adalah peti tempat menyimpan Taurat yang membawa ketenangan bagi mereka. ayat di atas menyebut, di dalam peti tersebut terdapat ketenangan –yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut sakinah. Jadi, menurut ayat itu sakinah adalah tempat yang tenang, nyaman, aman, kondusif bagi penyimpanan sesuatu, termasuk tempat tinggal yang tenang bagi manusia.
Kedua, al-sakinah disebut dalam surah Al-Fath ayat 4.
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا ح
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Di ayat itu, kata sakinah diterjemahkan sebagai ketenangan yang sengaja Allah turunkan ke dalam hati orang-orang mukmin. Ketenangan ini merupakan suasana psikologis yang melekat pada setiap individu yang mampu melakukannya. Ketenangan adalah suasana batin yang hanya bisa diciptakan sendiri. Tidak ada jaminan seseorang dapat menciptakan suasana tenang bagi orang lain.
Jadi, kata “sakinah” yang digunakan untuk menyifati kata “keluarga” merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat. Rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi setiap anggota keluarga. Keluarga menjadi tempat kembali ke mana pun anggotanya pergi. Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan penuh percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya dalam masyarakat.
Dengan cara pandang itu, kita bisa pastikan bahwa akar kasus-kasus yang banyak melilit kehidupan keluarga di masyarakat kita adalah karena rumah sudah tidak lagi nyaman untuk dijadikan tempat kembali. Suami tidak lagi menemukan suasana nyaman di dalam rumah, demikian pula istri. Bahkan, anak-anak sekarang lebih mudah menemukan suasana nyaman di luar rumah. Maka, sakinah menjadi hajat kita semua. Sebab, sakinah adalah konsep keluarga yang dapat memberikan kenyamanan psikologis –meski kadang secara fisik tampak jauh di bawah standar nyaman.
Membangun Kenyamanan Keluarga
Kenyamanan dalam keluarga hanya dapat dibangun secara bersama-sama. Tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Melalui proses panjang, setiap anggota keluarga saling menemukan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Penemuan itulah yang harus menjadi ruang untuk saling mencari keseimbangan. Makanya, keluarga sekolah yang tiada batas waktu. Di sama terjadi proses pembelajaran secara terus menerus untuk menemukan formula yang lebih tepat bagi kedua belah pihak, baik suami-istri, maupun anak-orangtua.
Proses belajar itu akan mengungkap berbagai misteri keluarga. Lebih-lebih ketika kita akan belajar tentang baik-buruk kehidupan keluarga dan rumah tangga. Tidak banyak buku yang memberi solusi jitu atas problema keluarga. Sebab, ilmu membina keluarga lebih banyak diperoleh dari pengalaman. Maka tak heran jika keluarga sering diilustrasikan sebagai perahu yang berlayar melawan badai samudra. Kita dapat belajar dari pengalaman siapa pun. Pengalaman pribadi untuk tidak mengulangi kegagalan, atau juga pengalaman orang lain selama tidak merugikan pelaku pengalaman itu.
Masalah demi masalah yang dilalui dalam perjalanan sejak pertama kali menikah adalah pelajaran berharga. Kita dapat belajar dari pengalaman orang tentang memilih pasangan ideal, menelusuri kewajiban-kewajiban yang mengikat suami-istri, atau tentang penyelesaian masalah yang biasa dihadapi keluarga. Semuanya sulit kita dapat dari buku. Hanya kita temukan pada buku kehidupan. Bagaimana kita dapat memahami istri yang gemar buka rahasia, atau menghadapi suami yang berkemampuan seksual tidak biasa. Dan masih banyak lagi masalah keluarga yang seringkali sulit ditemukan jalan penyelesaiannya. Jadi, memang tepat jika rumah tangga itu diibaratkan perahu, sebab tak henti-hentinya menghadapi badai di tengah samudra luas kehidupan.
Rumah tangga juga dua sisi dari keping uang yang sama: bisa menjadi tambang derita yang menyengsarakan, sekaligus menjadi taman surga yang mencerahkan. Kedua sisi itu rapat berhimpitan satu sama lain. Sisi yang satu datang pada waktu tertentu, sedang sisi lainnya datang menyusul kemudian. Yang satu membawa petaka, yang lainnya mengajak tertawa. Tentu saja, siapa pun berharap rumah tangga yang dijalani adalah rumah tangga yang memancarkan pantulan cinta kasih dari setiap sudutnya. Rumah tangga yang benar-benar menghadirkan atmosfir surga: keindahan, kedamaian, dan keagungan. Ini adalah rumah tangga dengan seorang nakhoda yang pandai menyiasati perubahan.
Rumah menjadi panggung yang menyenangkan untuk sebuah pentas cinta kasih yang diperankan oleh setiap penghuninya. Rumah juga menjadi tempat sentral kembalinya setiap anggota keluarga setelah melalui pengembaraan panjang di tempat mengadu nasibnya masing-masing. Hanya ada satu tempat kembali, baik bagi anak, ibu, maupun bapak, yaitu rumah yang mereka rasakan sebagai surga. Bayangkan, setiap hari jatuh cinta. Anak selalu merindukan orang tua, demikian pula sebaliknya. Betapa indahnya taman rumah tangga itu. Sebab, yang ada hanya cinta dan kebaikan. Kebaikan inilah yang sejatinya menjadi pakaian sehari-hari keluarga. Dengan pakaian ini pula rumah tangga akan melaju menempuh badai sebesar apapun. Betapa indahnya kehidupan ketika ia hanya berwajah kebaikan. Betapa bahagianya keluarga ketika ia hanya berwajah kebahagiaan.
Tetapi, kehidupan rumah tangga acapkali menghadirkan hal yang sebaliknya. Bukan kebaikan yang datang berkunjung, melainkan malapetaka yang kerap merundung. Suami menjadi bahan gunjingan istri, demikian pula sebaliknya. Anak tidak lagi merindukan orang tua, dan orang tua pun tidak lagi peduli akan masa depan anaknya. Bila sudah demikian halnya, bukan surga lagi yang datang, melainkan neraka yang siap untuk membakar. Benar, orang tua tidak punya hak membesarkan jiwa anak-anaknya, dan mereka hanya boleh membesarkan raganya. Tapi raga adalah cermin keharmonisan komunikasi yang akan berpengaruh pada masa depan jiwa dan kepribadian mereka.
Lunturnya Semangat Sakinah
Membangun sakinah dalam keluarga, memang tidak mudah. Ia merupakan bentangan proses yang sering menemui badai. Untuk menemukan formulanya pun bukan hal yang sederhana. Kasus-kasus keluarga yang terjadi di sekitar kita dapat menjadi pelajaran penting dan menjadi motif bagi kita untuk berusaha keras mewujudkan indahnya keluarga sakinah di rumah kita.
Ketika seseorang tersedu mengeluhkan sepenggal kalimat, “Suami saya akhir-akhir ini jarang pulang”, tidak sulit kita cerna maksud utama kalimatnya. Sebab, kita menemukan banyak kasus yang hampir sama, atau bahkan persis sama, dengan kasus yang menimpa wanita pengungkap penggalan kalimat tadi.
Penggalan kalimat di atas bukan satu-satunya masalah yang banyak dikeluhkan istri. Masih banyak. Tapi kalau ditelusuri akar masalahnya sama: “tidak tahan menghadapi godaan”. Godaan itu bisa datang kepada suami, bisa juga menggedor jagat batin istri. Karena godaan itu pula, siapa pun bisa membuat seribu satu alasan. Ada yang mengatakannya sudah tidak harmonis, tidak bisa saling memahami, ingin mendapat keturunan, atau tidak pernah cinta.
Payahnya, semakin hari godaan akibat pergeseran nilai sosial semakin menggelombang dan menghantam. Sementara, ketahanan keluarga semakin rapuh karena ketidakpastian pegangan. Maka, kita dapati kasus-kasus di mana seorang ibu kehilangan kepercayaan anak dan suaminya. Seorang bapak yang tidak lagi berwibawa di hadapan anak dan istrinya. Anak yang lebih erat dengan ikatan komunitas sebayanya. Bapak berebut otoritas dalam keluarga dengan istrinya, serta istri yang tidak berhenti memperjuangkan hak kesetaraan di hadapan suami. Semua punya argumentasi untuk membenarkan posisinya. Semua tidak merasa ada yang salah dengan semua kenyataan yang semakin memprihatinkan itu.
Tapi benarkah perubahan zaman menjadi sebab utama terjadinya pergeseran nilai dalam rumah tangga? Lalu, mengapa keluarga kita tidak lagi sanggup bertahan dengan norma-norma dan jati diri keluarga kita yang asli? Bukankah orang tua-orang tua kita telah membuktikan bahwa norma-norma yang mereka anut telah berhasil mengantarkan mereka membentuk keluarga normal dan berbudaya, bahkan berhasil membentuk diri kita yang seperti sekarang ini? Lantas, kenapa kita harus larut dengan segala riuh-gelisah perubahan zaman yang kadang membingungkan?
Transformasi budaya memang tidak mudah, bahkan tidak mungkin, kita hindari. Arusnya deras masuk ke rumah kita lewat media informasi dan komunikasi. Kini, setiap sajian budaya yang kita konsumsi dari waktu ke waktu, diam-diam telah menjadi standar nilai masyarakat kita. Ukuran baik-buruk tidak lagi bersumber pada moralitas universal yang berlandaskan agama, tapi lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai artifisial yang dibentuk untuk tujuan pragmatis dan bahkan hedonis. Tanpa kita sadari, nilai-nilai itu kini telah membentuk perilaku sosial dan menjadi anutan keluarga dan masyarakat kita. Banyak problema keluarga yang muncul di sekitar kita umumnya menggambarkan kegelisahan yang diwarnai oleh semakin lunturnya nilai-nilai agama dan budaya masyarakat. Masyarakat kini seolah telah berubah menjadi “masyarakat baru” dengan wujud yang semakin kabur.
Gaya hidup remaja yang berujung pada fenomena MBA (married by accident) telah jadi model terbaru yang digemari banyak pasangan. Pernikahan yang dianjurkan Nabi menjadi jalan terakhir setelah menemukan jalan buntu. Sementara perceraian yang dibenci Nabi justru menjadi pilihan yang banyak ditempuh untuk menemukan solusi singkat. Kenyataan ini merupakan bagian kecil dari proses modernisasi kehidupan yang berlangsung tanpa kendali etika. Akibatnya, struktur fungsi yang sejatinya diperankan oleh masing-masing anggota keluarga tampak semakin kabur.
Seorang anak kehilangan pegangan. Ibu-bapaknya terlalu sibuk untuk sekadar menyapa anak-anaknya. Anak pun dewasa dengan harus menemukan jalan hidupnya sendiri. Mencari sendiri ke mana harus memperoleh pengetahuan, dan harus mendiskusikan sendiri siapa calon pendampingnya. Semuanya berjalan sendiri-sendiri. Padahal, jika sendi-sendi keluarga itu telah kehilangan daya perekatnya dan masing-masing telah menemukan jalan hidupnya yang berbeda-beda, maka bangunan “baiti jannati”, rumahku adalah surgaku, akan semakin menjauh dari kenyataan. Itu menjadi mimpi yang semakin sulit terwujud. Bahkan, menjadi mimpi yang tidak pernah terpikirkan. Yang ada hanyalah “neraka” yang tidak henti-hentinya membakar suasana rumah tangga.
Satu lagi yang sering menjadi akar bencana keluarga, yaitu anak. Dunia anak adalah dunia yang lebih banyak diwarnai oleh proses pencarian untuk menemukan apa-apa yang menurut perasaan dan pikirannya ideal. Dunia ideal sendiri, baginya, adalah dunia yang ada di depan matanya, yang karenanya ia akan melakukan pengejaran atas dasar kehendak pribadi. Akan tetapi, di sisi lain, perkembangan psikologis yang sedang dilaluinya juga masih belum mampu memberikan alternatif secara matang terutama berkaitan dengan standar nilai yang dikehendakinya. Karena itu, selama proses yang dilaluinya, hampir selalu ditemukan berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan lingkungan tempat di mana anak itu berkembang. Di sinilah proses bimbingan itu diperlukan, terutama dalam ikut menemukan apa yang sesungguhnya mereka butuhkan.
Guru di sekolah ataupun orang tua di rumah, secara tidak sadar, seringkali menjadi sosok yang begitu dominan dalam menentukan masa depan anak. Padahal, guru ataupun orang tua bukanlah segala-galanya bagi perkembangan dan masa depan anak. Proses pendidikan, dengan demikian, pada dasarnya merupakan proses bimbingan yang memerdekakan sekaligus mencerahkan. Proses seperti itu berlangsung alamiah dalam kehidupan yang bebas dari ikatan-ikatan yang justru tidak mendidik. Dalam kerangka seperti inilah, maka keluarga bisa berperan sebagai lembaga yang membimbing dan mencerahkan, atau juga sebaliknya. Jika tidak tepat memainkan peran yang sesungguhnya, bisa saja berfungsi sebagai penjara yang hanya mampu menanamkan disiplin semu. Anak-anak bisa menjadi manusia yang paling shalih di rumah, tetapi menjadi binatang liar ketika keluar dari dinding-dinding rumah dan terbebas dari pengawasan orang tua.
Dalam situasi seperti inilah, anak mulai mencari kesempatan untuk memenuhi kebuntuan komunikasi yang dirasakannya semakin kering dan terbatas. Sebab berkomunikasi untuk saling menyambungkan rasa antar anggota keluarga merupakan kebutuhan dasar yang menuntut untuk selalu dipenuhi. Konsekuensinya, ketidaktersediaan aspek ini dalam keluarga dapat berakibat pada munculnya ketidakseimbangan psikologi yang pada gilirannya dapat saja mengakibatkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan sosial seperti apa yang terjadi di masyarakat sekitar kita. Inilah di antara kerusakan akibat lunturnya atmosfir sakinah dalam keluarga.

Keluarga dan Kecerdasan Emosional

Oleh: Nurul Huda Haem

Dari banyak klien yang sharing ke saya, saya mendapati banyak ungkapan hati mereka. Diantara yang paling sering adalah:

"Masalah yang saya hadapi sudah terlalu berat, sulit ditemukan solusinya!"
"Ini sudah akut, rasanya tidak ada jalan lain kecuali cerai"
"Tidak mungkin perkawinan ini dapat dipertahankan!"
"Kalau begini terus, bagaimana bisa sakinah pak?"
"Mungkin ini sudah nasib saya pak punya keluarga yang broken"
"Cape! saya sudah terlalu lelah menghadapi semua ini"

Begitulah ungkapan-ungkapan di atas seringkali diucapkan oleh teman-teman klien yang sedang dirundung masalah. Saya berusaha memahami sudut pandang mereka untuk mencari apakah memang benar keadaannya seperti itu? toh dari banyak teman-teman yang sharing ada diantara mereka yang berhasil rujuk kembali. Saya merasa ungkapan-ungkapan di atas merupakan sikap mental yang negatif, itu hanya akumulasi dari perasaan jengkel, marah, kecewa dan lelah menghadapi problem yang tak kunjung selesai.

Pertanyaannya adalah, Apa benar keluarga sakinah atau keluarga super hanya milik orang-orang tertentu? Apa sudah tertutup pintu sukses bagi mereka yang sedang mengalami masalah? Jawabannya tentu tidak benar, saya sangat meyakini hal ini. Sebab pada saat yang sama, realitanya banyak keluarga yang bermasalah namun dengan kesadaran tinggi mampu menyelesaikan masalahnya dengan happy ending. Yah, saya rasa kata kuncinya adalah awarnes, kesadaran. Tapi apakah mereka yang terpaksa bercerai adalah berarti sekelompok orang yang tidak punya kesadaran? Jawaban terhadap pertanyaan ini tentu sangat kasuistik, sebab perceraian terkadang menjadi emergency exit yang mau tidak mau harus ditempuh. Bukankah agama juga mengakomodir hukum talak? (saya akan membahas topik ini dalam bab khusus, Indahnya Perceraian!)

Nah kembali ke permasalahan kita, ternyata cara kita memandang masalah itu akan sangat mempengaruhi cara kita menyikapinya. ini yang saya sebut dengan mindset influence atau pengaruh dari pola fikir. Maka perlu difahami sistem kerja fikiran kita. Dalam sistem berfikir, aksi itu muncul merupakan akibat dari persepsi dan emosi. Jadi urut-urutannya adalah persepsi kemudian emosi baru aksi. Banyak orang tidak memahami sistem ini, sehingga terkadang ada orang yang melakukan pembajakan persepsi. Yakni mereka yang menyikapi sesuatu secara emosional. Sebetulnya, pada kasus inipun, persepsi tetap bekerja, hanya yang bekerja adalah persepsi negatif sehingga yang muncul adalah emosi dan aksi yang negatif.

Berfikir sistematis itu erat kaitannya dengan pengelolaan persepsi, emosi dan aksi. Dalam kajian Neuro Linguistik Programing (NLP), ada tiga komponen penting dalam otak kita. Pertama disebut Thalamus, yaitu komponen penerima pesan dari luar diri kita. Kedua, Visual Cortex, sebagai pengolah pesan yang masuk. Ketiga, Amygdala, sebagai respon yang melahirkan aksi. Biasanya informasi yang kita terima itu melalui panca indera yang akan diteruskan kepada thalamus, sebagai media yang mengarahkan proses jalannya sitmulus yang diterima. Nah, pesan ini akan diteruskan ke dua alternatif: Pertama, ke otak bagian cortex yang akan menerjemahkan dan mengolah pesan (translator), dan kedua bisa saja melalui jalan pintas (short cut) langsung menuju amygdala yang berarti cortex tidak kita fungsikan. Alternatif pertama akan memberikan kesempatan otak kita melakukan tabayyun (klarifikasi) lalu meneruskannya kepada amygdala sebagai pencetus perasaan, biasanya yang akan muncul adalah emosi positif. Sedangkan alternatif kedua, dengan cara potong kompas yang akan terjadi biasanya munculnya emosi yang negatif, keadaan ini oleh Daniel Goleman –penggagas Kecerdasan Emosional (EQ)- disebut sebagai hijacking amygdala (pembajakan oleh amygdala). Untuk menyederhanakan penjelasan ini, kita dapat memahaminya melalui kisah tragis yang pernah terjadi di Amerika Serikat, yaitu kisah seorang ayah yang berdinas di kepolisian pulang ke rumahnya. Ketika tiba di rumah ia mendengar suara mencurigakan dari atas loteng, setahu dia, istri dan anak-anaknya sedang berkunjung ke rumah mertuanya. Nalurinya sebagai seorang polisi mulai bekerja, “Jangan-jangan ada perampok menyatroni rumahku” fikirnya. Secara refleks ia menarik pistolnya dan perlahan-lahan mendekati loteng melalui ruangan dapur di bagian belakang rumahnya. Sesaat kemudian, sebuah bayangan berkelebat keluar dari internit atap rumah dan mengejutkannya. Secara refleks ia menarik pelatuk pistolnya dan terdengarlah letusan keras. Beberapa detik kemudian, ia baru sadar, bayangan itu adalah anaknya sendiri, terkapar bersimbah darah! Ternyata putranya tidak jadi pergi bersama ibunya. Sang putra bungsu yang semula hanya ingin bermain kejut-kejutan dengan ayahnya, ternyata berakhir dengan fatal!.

Bagaimana agar tidak terjadi pembajakan amygdala, berikut ini beberapa tips yang dapat dilakukan:
Stop, berikan waktu otak anda untuk berfikir, berhati-hatilah terhadap pesan yang dikirim oleh panca indera, belum tentu pesan yang melahirkan persepsi itu benar bahkan bisa menyesatkan. Anda bisa mengujinya melalui test berikut; buatlah gambar kotak hitam bersegi empat yang banyak di atas kertas yang berwarna putih, lalu amatilah bagian putih di antara kotak-kotak hitam itu, kemudian hitunglah berapa titik hitam yang berada di antara kotak-kotak hitam itu? Apa yang akan Anda dapati, sesekali titik hitam akan muncul dan sesekali menghilang. Jika Anda mengatakan telah melihat sejumlah titik hitam, maka berarti mata Anda baru saja menipu otak Anda!. Sekali lagi jangan tertipu dengan pesan yang dikirim panca indera Anda.
Observasi lapangan melalui BDP yaitu Bimbing Dengan Pertanyaan. ajukan pertanyaan2 reflektif, mengapa ini bisa terjadi? Apa yang harus saya lakukan untuk keluar dari permasalahan ini? Apa yang masih dapat saya syukuri dari masalah ini? Pertanyaan-pertanyaan ini bergantung dengan konteks masalah yang dihadapi, tapi cara ini sangat efektif untuk membuat ketenangan pertama, istilahnya P3K Pertolongan Pertama Pada Kecemasan. Pada bagian ini, Anda sedang mengaktifkan korteks dari otak Anda, jadi biarkan korteks Anda menganalisa lebih lanjut pesan-pesan yang masuk itu.
Tentukan sikap anda! Apa yang harus Anda putuskan sekaranglah saatnya, gunakan bimbingan suara positif dalam korteks Anda.

Beberapa tips ini bukan harga mati, Anda mungkin akan atau bahkan sudah membaca dari banyak literatur tentang kecerdasan emosi, tapi saran saya coba saja! Bagi saya, keluarga super adalah just a mind game, sukses atau tidak keluarga kita tergantung kita, Apakah kita mau SUPER (berarti mengikuti berbagai proses di dalamnya) atau mau GAGAL semuanya berpulang kepada kita. Ingat, “Saat kita mampu menepis badai yang menimpa keluarga kita dengan kekuatan kesabaran dan keteguhan, maka Keluarga Super PASTI MENJADI MILIK KITA, tanamkan keyakinan ini dan amalkan!!!”

Salam Hangat dari saya
Sahabat keluarga Anda

Nurul Huda Haem